Langsung ke konten utama

Hujan Bulan Juni—Sapardi Djoko Darmono

Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni
Dirahasikannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Dihapuskannya jejak-jejak kaki itu
Yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon itu

(Sapardi Djoko Darmono)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Awal Februari Menjemput Binar

Binar mataku tumbuh lagi Riang gembiraku telah segar kembali Setelah terkubur selama 1770 hari dalam pasir kotor itu Perlahan aku menemukannya kembali Hidup kembali seperti bayi suci Rumahku yang asri dan hijau harum air ini Tidak akan ada lagi yang berani menyentuh apalagi menginjak batas  Semua sudah aku beri dinding jernih Jika ia ingin masuk, tentu akan mengubahnya jadi membungkuk Tidak akan ada benci, marah dan keluh lagi Yang tersisah hanyalah kenangan dan tanda luka di lengan, pipi kanan dan segaris di betisku yang elok ini Di hari yang suci ini, kau masih saja mengungkit dan mengusirku Padahal, bukan kah ini adalah wilayahku? Ini adalah masaku untuk pembalasan, tentunya yang lebih dahsyat Kau terus saja seolah menjadi paling sakit Penjelasanmu selalu memberi penyataan rasa bersalah, sayang tidak ada permintaan maaf  Padahal aku ingin mendengarnya seujung kuku saja, Yaa... aku lupa kau begitu angkuh,  Hiduplah dalam keadaan tanpa kekurang di tanah gersang itu Tanpa a

Megah: 2.31

  Pada harapan yang kian sulit digapai, aku selalu meminta agar selalu dilapangkan. Suatu saat, sangat percaya akan ranumnya ku petik dengan gembira. Tak apa, jika berkali-kali lutut terbentur dengan kerasnya meninggalkan kecewa Asal sisah waktu yang panjang terukir tentang merekahnya perjalanan indah Dengan sang kekasih, tanpa gundah dan kekhawatiran Bak megahnya Taj Mahal akupun ingin mengabadikan rekaman romansa dengan kekasihku jua Tak kala ia yang selalu kupantau membuatku meringkuk Dengan langkah yang tak berasap dan berdebu dijalan sepinya Walau dalam jiwa berkata 'ia tak layak' tapi pasti ada sesuatu atas pilu yang ia lempar di rumahku Suatu saat, akan tumpas dengan sejoli ini mengukir mewahnya cinta Jalanmu akan berkelok dan tentu akan dengki Tapi percayalah, aku akan menjadi lega dan tak peduli Di sisi lain, panutan megahnya jalan panjang Taj Mahal Akan selalu menjadi kebanggaan yang aduhai Tunggu aku, tunggu kami, untuk mengikuti jejak yang sangat megah di hidupmu Su

9:57

  Jadilah kamu berwawasan luas seluas lautan, teruslah belajar dan merasa ingin tahu banyak hal bukan karna untuk menjadi siapa-siapa, tapi ingat, jangan pernah sombong   apalagi sampai merendahkan orang lain, lautan saja bisa surut apalagi ilmu. Jangan pula kamu merasa puas karna akan terjebak pada zona nyaman yang akan membuat terlena akan banyak hal, tetaplah merendah, karna sejatinya ketika kita tahu banyak hal, kita bukan siapa-siapa di dunia ini.